Kamis, 29 September 2011

hAJI



KATA PENGANTAR

            Berkat rahmat yang telah diberikan oleh Allah SWT Berupa kesehtan sehingga penulis dapat mneyelesaikan makalah yang berjudul “HAJI”.
            Untuk kedua kalinya syalawat teriring salam tidak lupa kami lantunkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kejahiliyahan menuju alam yang terang-benerang dan penuh dengan khasanah ilmu pengetahuan sebagai mana yang kita rasakan.Amin.
            Dalam makalah ini kami selaku penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat kekurangan disana sini. Oleh karena itu  kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang berguna mengarahkan kami kearah yang lebih baik dalam penulisan makalah.
berikutnya Dan apabila terdapat kekeliruan dalam makalah kami yang sederhana ini kami mohon maaf, karena kami hanyalah manusia. Sesungguhnya kebenaran itu hanyalah milik ALLAH SWT. Oleh karena itu, apabali terdapat kekeliruan pada makalah ini kami para penyusun menghaturkan permohonan maaf.
            Semoga makalah kami ini bermanfaat untuk pembaca umumnya dan penulis khususnya.


Jambi, 29 September 2011


Penulis

 
 










DAFTAR ISI


Kata pengantar…………………………………………………………………………... i
Pendahuluan ……………………………………………………………………………..
Pembahasan
A.    PengertianHaji ………………………………………………………………......
B.     Syarat wajib Haji…………………………………………………………………
C.    Rukun  Haji ………………………………………………………………............
D.    Wajib Haji ……………………………………………………………………….
E.     Dam Haji
Penutup
a.      Kesimpulan
b.      Saran
Daftar pustaka……………………………………………………………………………






PENDAHULUAN

          Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Adapun yang dimaksud dengan Haji ialah mengunjungi Baitullah Al-Haram dalam bulan-bulan haji kerana mengerjakan tawaf, sai'e dan wukuf di Arafah dengan menurut syarat-syaratnya serta menunaikan segala wajib-wajibnya, sedangkan Umrah ialah menziarahi Baitullah Al-Haram kerana mengerjakan tawaf, sai'e dengan menurut syarat-syaratnya serta menunaikan segala wajib-wajibnya.
Mengerjakan haji (Arab: حج‎ ajj "ziarah") merupakan salah satu daripada Rukun Islam yang lima. Setiap orang Islam yang mempunyai kemampuan, diwajibkan mengerjakan haji ke Makkah sekali seumur hidup. Firman Allah Taala :
(ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا ومن كفر فإن الله غني عن العالمين)
Artinya: "Menjadi suatu kewajipan ke atas setiap manusia (orang-orang mukmin) pergi mengerjakan haji ke Baitullah, iaitu bagi mereka yang mempunyai kemampuan. Barangsiapa yang kufur (ingkar), maka ketahuilah bahawa sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) daripada pihak lain (alam)."
Demikian pengertian Haji pada umumnya, agar lebih jelas pembaca bisa menemui nya di pembahasan makalah tentang Haji ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.




Pembahasan
A.    Pengertian Haji dan Umrah pada syarak
Haji pada syarak ialah mengunjungi Baitullah Al-Haram dalam bulan-bulan haji kerana mengerjakan tawaf, sai'e dan wukuf di Arafah dengan menurut syarat-syaratnya serta menunaikan segala wajib-wajibnya. Umrah pada syarak ialah menziarahi Baitullah Al-Haram kerana mengerjakan tawaf, sai'e dengan menurut syarat-syaratnya serta menunaikan segala wajib-wajibnya.
Mengerjakan haji (Arab: حج‎ ajj "ziarah") merupakan salah satu daripada Rukun Islam yang lima. Setiap orang Islam yang mempunyai kemampuan, diwajibkan mengerjakan haji ke Makkah sekali seumur hidup. Firman Allah Taala :
(ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا ومن كفر فإن الله غني عن العالمين)
Artinya: "Menjadi suatu kewajipan ke atas setiap manusia (orang-orang mukmin) pergi mengerjakan haji ke Baitullah, iaitu bagi mereka yang mempunyai kemampuan. Barangsiapa yang kufur (ingkar), maka ketahuilah bahawa sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) daripada pihak lain (alam)."
            Syarat wajib haji adalah sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh seseorang sehingga dia diwajibkan untuk melaksanakan haji, dan barang siapa yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat tersebut, maka dia belum wajib menunaikan haji. Syarat-syarat tersebut ada lima perkara Yaitu :
1.      Islam
2.      Berakal
3.      Baligh
4.      Merdeka
5.      Mampu
            Ibnu Qudamah (dalam Al-Mughni 3/218 adn Nihayah Al-Muhtaj 2/375) berkata: “Kami tidak melihat adanya perbedaan pendapat mengenai lima perkara tersebut“. “Islam” dan “Berakal” adalah dua syarat sahnya Haji, karena haji tidak sah jika dilakukan oleh orang kafir atau orang gila. “Baligh” dan “Merdeka” merupakan syarat yang dapat mencukupi pelaksanaan kewajiban tersebut, tetapi keduanya tidak termasuk syarat sahnya haji. Karena apabila anak kecil dan seorang budak melaksanakan haji, maka haji keduanya tetap sah sesuai dengan hadits dari seorang wanita yang -pada saat melaksanakan haji bersama Rasulullah shallallahu alayhi wasalam- mengangkat anak kecilnya kehadapan Nabi dan berkata: “Apakah ia mendapatkan (pahala) haji ?” beliau shallallahu alayhi wasalam menjawab: “Ya, dan kamu pun mendapatkan pahala“(Shahih HR Muslim 1336, Abu Dawud 1736, dan an-Nasa’i 5/120).
            Akan tetapi haji yang dilakukan oleh anak kecil dan budak tidak menggugurkan kewajiban hajinya sebagai seorang Muslim, menurut pendapat yang lebih kuat, berdasarkan hadits:
Barang siapa (seorang budak) melaksanakan haji, kemudian ia dimerdekakan, maka ia berkewajiban untuk melaksanakan haji lagi, barang siapa yang melaksanakan haji pada usia anak-anak, kemudian mencapai usia baligh, maka ia wajib melaksanakan haji lagi“(Dishahihkan oleh Al-Albani HR Ibnu Khuzaimah 3050, Al-Hakim 1/481, Al-Baihaqi 5/179 dan lihat Al-Irwa’ 4/59).
            Adapun “Mampu” hanya merupakan syarat wajib haji. Apabila seorang yang “tidak mampu” berusaha keras dan menghadapi berbagai kesulitan hingga dapat menunaikan haji, maka hajinya dianggap sah dan mencukupi. Hal ini seperti shalat dan puasa yang dilakukan oleh orang yang kewajiban tersebut telah gugur darinya. Maka shalat dan puasanya tetap sah dan mencukupi. (Al-Mughni 3/214). “Kemampuan” yang menjadi syarat wajib haji hanya akan terwujud dengan hal-hal berikut:
1.      Kondisi badan yang sehat dan bebas dari berbagai penyakit yang dapat menghalanginya dalam melaksanakan berbagai macam ritual dalam haji. Sesuai hadits Ibnu Abbas, bahwa seorang wanita dari Khats’am berkata: “Wahai Rasulullah, bapak ku memiliki kewajiban haji pada saat dia sudah sangat tua dan tidak dapt menanggung beban perjalanan haji, apakah aku bisa menghajikannya ?” beliau shallallahu alayhi wasalam menjawab: “Tunaikanlah haji untuknya (menggantikannya)“(Shahih HR Bukhari 1855 dan Muslim 1334). Barangsiapa telah memenuhi seluruh syarat haji, tetapi dia menderita penyakit kronis atau lumpuh, maka dia tidak wajib melaksanakan haji, sesuai kesepakatan ulama. hanya saja ada perbedaan pendapat mengenai perwakilannya kepada orang lain, apakah wajib atau tidak ?. Madzhab Syafi’i, Hanbali dan dua orang pengikut madzhab Hanafi berpendapat wajib, atas dasar bahwa kesehatan badan merupakan syarat untuk menunaikan haji dan bukan syarat wajib haji. Dan inilah pendapat yang terkuat berdasarkan hadits Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu alayhi wasalam bersabda: “Bagaimana jika ayahmu memiliki tanggungan utang, apakah kamu akan melunasinya ?” Wanita itu menjawab “Ya” beliau shallallahu alayhi wasalam lalu bersabda “Maka utang kepada Allah lebih berhak untuk dilunasi” (HR Bukhari 5699, An-Nasa’i 5/116). Adapun Imam Abu Hanifah danImam Malik berpendapat tidak wajib mewakilkannya kepada orang lain. (Nihayah Al-Muhtaj 2/385, Al-Kafi 1/214 dan fath al-Qadir 2/125).
2.      Memiliki perbekalan yang cukup dalam perjalana, masa mukim (menginap) dan saat kembali kepada keluarganya, diluar kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti tanggungan utang dan nafkah untuk keluarga dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya. Ini menurut pendapat Jumhur Ulama (Al-Majmu’ 7/56) -selain madzhab Maliki-, karena nafkah merupakan hak manusia dan harus diutamakan, sesuai sabda Rasulullah SAW :
Cukuplah seseorang (dianggap) berdosa dengan menelantarkan orang yang berada dalam tanggungannya“(Shahih HR Abu Dawud 1676 dan Al-Irwa’ 989).
3.      Amannya perjalanan. Ini meliputi aman bagi jiwa dan harta pada saat orang-orang ramai keluar menunaikan haji, karena kategori “mampu” tidak dapat terlepas dari kondisi ini.
            Keberadaan seorang muhrim merupakan syarat wajib haji bagi perempuan. Wanita diwajibkan menunaikan haji apabila telah memenuhi lima syarat yang telah dijelaskan kemudian disyaratkan pula agar ditemani oleh suami atau muhrim. Apabila tidak ada muhrim maka dia belum diwajibkan haji. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radiallahuanhu, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu alayhi wasalam bersabda: “Hendaknya seorang laki-laki tidak berdua-duaan dengan seorang perempuan, kecuali bersama muhrimnya, dan hendaknya seorang wanita tidak berpergian kecuali bersama muhrimnya.” Kemudian seorang laki-laki berkata “Wahai Rasulullah, istriku hendak pergi haji untuk melaksanakan haji dan aku mendapat bagian untuk ikut perang ini dan ini” Maka beliau shallallahu alayhi wasalam bersabda “Pergilah, laksanakan haji bersama istrimu“(Al-Mughni 3/230, Bidayah Al-Mujtahid 1/348 dan Al-Majmu’ 7/68). Ini adalah pendpat madzhab Hanafi dan Hanbali.
            Adapun madzhab Maliki dan Syafi’i menilai bahwa keberadaan muhrim bukanlah syarat dalam haji, tetapi mereka mensyaratkan amannya perjalanan dan adanya teman yang amanah. Ketentuan ini berlaku dalam haji yang wajib. Adapun haji sunnah maka perempuan tidak boleh melaksanakannya kecuali bersama muhrimnya, sesuai kesepakatan para ulama.
            Sementara madzhab Azh-Zhahiri berpendapat bahwa wanita yang tidak memiliki suami atau muhrim atau suaminya enggan menemani maka dia boleh menunaikan haji tanpa muhrim. Mereka berdalil dengan riwayat yang menjelaskan penafsiran Nabi shallallahu alayhi wasalam bahwa yang dimasud dengan “mampu” adalah adanya perbekalan dan kendaraan, dan riwayat ini dha’if, sebagaimana yang telah disebutkan.
            Juga dengan sabda beliau:”Hampir saja akan keluar sekelompok perempuan dari Hirah menuju Ka’bah tanpa ada yang menemaninya (tanpa muhrim), mereak tidak merasa takut melainkan hanya kepada Allah” (HR Bukhari 3595, kata Azha’inah berarti perempuan)
Hal ini dijawab bahwa riwayat tersebut merupakan pemberitahuan tentang keamanan yang akan terjadi, dan tidak berkaitan dengan hukum berpergian bagi perempuan tanpa muhrim.
            Bagaimana hukum perempuan yang melaksanakan haji tanpa muhrim. Apabila seorang perempuan melaksanakan haji tanpa muhrim, maka hajinya tetap sah dan dia berdosa lantaran berpergian tanpa muhrim.
Seorang Perempuan Boleh Meminta Izin Suaminya Untuk Menunaikan Haji, Dan Suami Tidak Berhak Melarangnya. (Al Mughni 3/240, Al Umm2/117) Dengan ketentuan sebagai berikut :
1.      Apabila seorang wanita telah memenuhi syarat-syarat wajib haji sebagaimana yang telah dijelaskan diatas -dalam pelaksanaan haji yang wajib- maka dianjurkan untuk meminta izin kepada suaminya untuk melaksanakannya. Apabila suami tidak meng-izinkan, maka dia boleh tetap pergi haji tanpa seizin suaminya, karean suami tidak berhak melarangnya untuk menunaikan kewajiban hajinya -menurut mayoritas ulama- karena hak suami tidak lebih diutamakan daripad kewajiban individual (fardhu ain) seperti puasa Ramadhan dan lainnya.
2.      Apabila ibadah haji yang dijalankannya adalah haji nadzar, dan nadzarnya tersebut seizin suaminya atau dia bernadzar sebelum menikah kemudian memberitahu suami dan suami menyepakatinya, maka suami tidak berhak melarangnya. Adapun jika nadzarnya tidak disetujui oleh suami, maka suami boleh mencegahnya. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa suami tidak berhak melarangnya karena haji yang akan dilaksanakannya adalah haji wajib, seperti halnya haji wajib sebagai seorang muslim dan menjadi salah satu rukun Islam.
3.      Apabila yang dia lakukan adalah haji sunnah atau menggantikan haji orang lain, maka harus seizin suaminya, dan suami memiliki hak untuk melarangnya, sesuai kesepakatan para ulama.
            Apakah Wanita Yang Sedang Menjalani Masa Iddah Boleh Melaksanakan Haji .Wanita yang sedang menjalani masa iddah sesudah cerai atau setelah ditinggal mati oleh suaminya pada bulan-bulan haji, tidak wajib melaksanakan haji, menurut pendapat mayoritas pendapat ulama, karena Allah melarang wanita yang sedangmenjalani masa iddah untuk keluar, berdasarkan firma-Nya
Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar…” (QS Ath-Thalaq:1).
            Selain itu haji juga dapat dilaksanakan pada lain waktu. Adapun iddah adalah keharusan yang telah ditentukan waktunya. Dengan demikian menggabungkan dua perkara tersebut adalah lebih utama. Disalin dari Shahih Fikih Sunnah 2/269-274 Pustaka Azzam Baca Juga: Haji Untuk Orang Lain          
C. Rukun Haji          
            Yang dimaksud rukun haji adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji, dan jika tidak dikerjakan hajinya tidak sah. Adapun rukun haji adalah sebagai berikut :
1.      Ihram yaitu pernyataan mulai mengerjakan ibadah haji atau umroh dengan memakai pakaian ihram disertai niat haji atau umroh di miqat.
2.      Wukuf di Arafah, yaitu berdiam diri, dzikir dan berdo'a di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah.
3.      Tawaf Ifadah yaitu mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, dilakukan sesudah melontar jumrah Aqabah pada tanggal 10 Zulhijah.
4.      Sa'i, yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak 7 Kali, dilakukan sesudah Tawaf Ifadah.
5.      Tahallul yaitu bercukur atau menggunting rambut setelah melaksanakan Sa'i.
6.      Tertib yaitu mengerjakan kegiatan sesuai dengan urutan dan tidak ada yang tertinggal.
D. Wajib Haji           
            Wajib Haji adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai pelengkap Rukun Haji, jika salah satu dari wajib haji ini ditinggalkan, maka hajinya tetap sah, namun harus membayar dam (denda). Yang termasuk wajib haji adalah :
1.      Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah berpakaian ihram.
2.      Mabit (bermalam) di Muzdalifah, pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan dari Arafah ke Mina).          
3.      Melontar Jumrah Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah yaitu dengan cara melontarkan tujuh butir kerikil berturut-turut dengan mengangkat tangan pada setiap melempar kerikil sambil berucap, “Allahu Akbar, Allahummaj ‘alhu hajjan mabruran wa zanban magfura(n)”. Setiap kerikil harus mengenai ke dalam jumrah jurang besar tempat jumrah.
4.      Mabit di Mina, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
5.      Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
6.      Tawaf Wada', yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekah.
7.      Meninggalkan perbuatan yang dilarang saat ihram.
Penjelasan:Orang non muslim tidak sah dalam melaksanakan haji atau umrah. Jika dia berkunjung ke tanah suci bahkan mengikuti ibadah haji atau umrah seperti thawaf dan sa'i maka perjalanan haji atau umrahnya hanya sebatas melancong saja.
  1. Ukuran baligh (dewasa) adalah 9 tahun untuk anak perempuan dan sekitar 15 tahun untuk anak laki-laki. Atau sebagian mengatakan rata-rata umur 15 tahun, baik untuk anak perempuan maupun anak laki-laki. Seorang yang belum mencapai usia baligh tidak memiliki kewajiban melaksanakan ibadah haji/umrah. Bila dia sudah dewasa dan memiliki kemampuan materi dan non materi, maka wajib mengulangi ibadah haji/umrah.
  2. Berakal sehat adalah tidak gila dan tidak memiliki gangguan jiwa.
  3. Yang dimaksud merdeka adalah tidak berstatus sebagai budak (hamba sahaya di masa Rasulullah Saw. yang di masa modern ini hampir tidak ditemukan di dunia). Istilah merdeka juga bisa diartikan bebas dari tanggungan hutang dan tanggungan nafkah keluarga yang ditinggalkan.
            Istilah Istitha'ah berarti mampu, baik secara materi dengan tidak memiliki hutang, maupun kesiapan mental dan spiritual.
1.      Membersihkan diri dari dosa dan kesalahan baik langsung kepada Allah SWT. maupun kepada sesama manusia.
2.      Mempersiapkan mental utk mengikuti seluruh rangkaian ibadah haji yang memerlukan ketangguhan, keikhlasan dan ketawakkalan atau kepasrahan kepada Allah SWT.
3.      Mempersiapkan biaya, baik selama dalam perjalanan haji, maupun untuk nafkah keluarga yang ditinggalkan.
4.      Melaksanakan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan harta kekayaan, seperti zakat, nadzar, hutang, infaq dan shadaqah.
5.      Melaksanakan janji yang pernah dinyatakan.
6.      Menyelesaikan segala urusan yang berhubungan dengan keluarga.
7.      Memohon do'a restu kepada kedua orang tua (jika masih hidup)
8.      Mempersiapkan ilmu dan pengetahuan agama, khususnya manasik haji.
9.      Menjaga kesehatan dan mempersiapkan obat-obatan pribadi selama dalam perjalanan haji.
10.  Mempersiapkan beberapa perlengkapan yang dianggap perlu, diantaranya

Ø  Perlengkapan Pria :
Ø  Baju sehari-hari secukupnya
Ø  Kain Ihram 1 atau 2 stel
Ø  Ikat pinggang
Ø  Keperluan mandi
Ø  Kain sarung, 2 buah

Ø  Perlengkapan Wanita :

Ø  Mukena atas saja, minimal 2 buah
Ø  Tunik putih atau rok putih utk ihram 2 buah
Ø  Baju sehari-hari secukupnya
Ø  Tudung atau Mukena pendek untuk sehari-hari 2 buah
Ø  Kaos kaki sekitar 6 pasang

Haji Mabrur
Haji mabrur bermaksud haji yang diterima. Ibn Kholawaih mentakrifkan alMabrur sebagai alMaqbul iaitu diterima. Dan ada yang mengatakan sesuatu yang tidak bercampur dengan dosa. Kemudian, diabsahkan oleh Imam Nawawi dengan pendapat tersebut (tidak bercampur dosa). Apabila merujuk kitab hadith yang muktabar seperti Sahih Bukhari, Imam Bukhari meletakkan bab yang khusus bertajuk ”Kelebihan Haji Mabrur”. Manakala, Imam Muslim meletakkan perbincangan haji yang diterima di dalam bab “Iman kepada Allah Taala seafdal-afdal amalan”.
Cara Mencapai Haji Mabrur
Secara umumnya, untuk mencapai haji yang diterima disisi Allah hendaklah memenuhi kriteria berikut;
1.      Hajinya hendaklah ikhlas semata-mata kerana Allah dan tidak riyak (menunjuk-menunjuk). Imam Nawawi ketika menafsirkan hadith diatas dengan berkata “mabrur (diterima) adalah baik hajinya. Dikatakan almabrur juga ialah haji yang tidak bercampur dengan dosa. Ada yang mengatakan tidak ria’ pada hajinya” Niat menunaikan haji hendaklah ikhlas bermula dari keluar rumah dan tidak boleh berniat selain daripada Allah seperti perasaan riya’ iaitu menunjuk-nunjuk atau sebagainya yang membawa kepada kemurkaan Allah Di dalam Musnad Ahmad, ada sebuah hadist :
“Sesiapa yang keluar dari rumahnya, pada tangannya ada dua bendera, satu bendera pada malaikat dan satu bendera pada syaitan, jikalau dia keluar dengan niat kerana Allah, malaikat akan mengekorinya bersama bendera tadi, maka bendera tadi masih bersamanya sehingga dia kembali ke rumahnya, dan jikalau dia keluar dari rumahnya melakukan kemurkaan kepada Allah, maka syaitan akan mengekorinya bersama benderanya, dan bendera tersebut masih bersamanya sehingga dia kembali ke rumahnya”
2.      Kesemua perbelanjaan haji adalah berpunca daripada yang halal.Di dalam Sahih Muslim ada hadith menyebut: “Sesungguhnya Allah itu baik, dan tidak menerima kecuali yang baik-baik dan sesungguhnya Allah menyuruh orang mukmin megikut apa yang diperintahkan oleh para utusan Allah. Kemudian baginda membacakan ayat alQuran“Wahai sekalian Rasul, makanlah dari (makanan) yang baik-baik (halal) dan beramal soleh. Sesungguhnya aku tahu apa yang kamu lakukan [Surah alMukminun : 51]”Kemudian Rasulullah membacakan lagi : “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari (makanan) yang baik-baik (halal) dari apa yang kami rezekikan” (Surah alBaqarah 172). Oleh itu, sewajarnya sebagai seorang yang akan menunaikan haji meneliti dan bermuhasabah kembali sumber-sumber pendapatan, perbelanjaannya dan bekalannya disana dari sumber-sumber yang halal.
3.      Melakukan fardhu haji sesuai dengan ditunjukkan oleh sunnah yang sahih.Bermula dengan niat sehinggalah haji wada’ ditunjukkan oleh Baginda Rasulullah didalam sunnahnya. Sebagai seorang muslim yang sejati, kita wajar meneladani Baginda tanpa menambah-nambah ibadat yang tidak pernah dilakukan Baginda.
Ini sesuai dengan sabda Baginda;
Sesiapa yang memperbaharui urusan agama (menokok tambah), maka mereka bukan dari kalangan kami (umat Muhammad)”. Syeikh Mustafa azZarqa’ ketika ditanya makna haji yang mabrur, beliau menyatakan diantara ciri-ciri hajinya diterima ialah “hendaklah bagi tuan empunya yang menunaikan haji tidak melampau-lampau didalam mengerjakan kewajipan haji, tidak mengabaikan adab-adab haji dan sunnah-sunnahnya, memperbanyakkan taat, ibadat, sedekah, menjadi teladan (kepada orang lain) dengan memiliki budi pekerti yang baik, memberi makan sekadar kemampuannya, berkata-kata dengan lembut, dapat mengawal setiap cabaran yang ditempuh, bersikap berlapang dada dan pemaaf, kembalinya dari haji dengan memandang tinggi kehidupan akhirat dan berniat untuk kekal (seperti keadaan tersebut) dan istiqomah”
4.      Melakukan ibadat haji sepenuhnya dengan taat tanpa mempertikaikannya Ali Radiyallahu’anh ketika ditanya perbuatannya mencium hajarul aswad, maka beliau menjawab “Kau hanya sebuah batu yang tidak mempu memberi faedah dan mudarah, kalau bukanlah kerana Rasulullah mengucupnya, sudah aku aku tidak aku mengucupnya” Ini jelas menunjukkan kita melakukan ibadat mengikut teladan yang ditunjukkan oleh Rasulullah tanpa menokok tambah berdasarkan akal semata-mata.
Setelah menunaikan haji, berusaha pula melakukan badal (ganti) haji ayah dan ibu yang tidak berkemampuan menunaikan Haji:
Ini sesuai dengan hadith :
   “Ya Rasulullah, sesungguhnya emakku telah bernazar untuk menunaikan haji, tetapi tidak ditunaikan sehingga dia meninggal dunia, adakah aku perlu menunaikan hajinya? Sabda Rasulullah : Ya, tunaikanlah haji untuknya. Adakah kau lihat jika emakmu berhutang engkau akan membayarnya? Jawab wanita tersebut : Ya. Sabda Nabi : Begitu juga (hutang) kepada Allah. Malah kepada Allah lebih layak dilunaskan (hutangnya)”.
Keutamaan Haji
1.   Ibadah Haji merupakan salah satu perintah Allah yang harus dikerjakan, bagi yang   mampu.
 2.   Ibadah Haji merupakan Jihad fi Sabilillah.
 3.  Ibadah Haji dapat menghapuskan dosa, bagi yang menjalankannya sesuai dengan perintah Allah SWT.
 4.  Haji dan Umroh merupakan kifarat/penebus dosa.Ada dosa yang yang hanya dapat ditebus dengan wukuf di Arafah saat Ibadah Haji.
 5.  Surga adalah balasan bagi Haji yang mabrur.
    6.  Biaya yang dikeluarkan untuk Ibadah Haji merupakan infaq fi sabilillah.

D. DAM HAJI
Pengertian DAM dari segi bahasa ialah darah.
Ibadah gantian yang berbentuk binatang ternakan yang disembelih atau digantikan dengan makanan atau puasa.
Sebab-sebab diwajibkan dam:
·         Melanggar pantang larang dalam Ihram
·         Meninggalkan perkara-perkara yang wajib dalam ibadat haji atau umrah
·         Mengerjakan Haji Tamattu' atau Haji Qiran, menurut syarat-syaratnya
·         Berlaku Ihsar bagi orang yang berniat ihram
·         Melanggar Nazar semasa mengerjakan haji
·         Luput Wuquf di Arafah
·         Meninggalkan Tawaf Wada'
Dam yang dikenakan ialah menyembelih binatang ternakan seperti seekor kibasy, kambing atau satu pertujuh daripada lembu, unta atau kerbau. Jika tidak berkuasa, dikehendaki berpuasa selama 3 hari pada bulan haji & 7 hari apabila ia balik ke tempatnya.
1. TERTIB DAN TAQDIR
Pengertian: Tidak ada pilihan dengan dam yang telah ditetapkan. Namun jika tidak terdaya, gantian akan ditentukan mengikut hukum syara'.

Kesalahan Yang Dilakukan
Wuquf di Arafah
·         Tidak Wuquf di Arafah
Melanggar Nazar
·         Melanggar nazar sewaktu mengerjakan haji
Meninggalkan Perkara-Perkara Wajib Haji dan Umrah
·         Tidak melontar Jamrah
·         Tidak bermalam di Muzdalifah
·         Tidak bermalam di Mina
·         Tidak berihram di Miqat
·         Meninggalkan Tawaf Wada'
Mengerjakan Haji Tamattu' atau Haji Qiran - Ihram Tamattu' (dengan syarat-syaratnya)
·         Ihram Qiran (dengan syarat-syaratnya)

Dam yang dikenakan:
Menyembelih binatang ternakan seperti seekor kibasy, kambing atau satu pertujuh daripada lembu, unta atau kerbau
JIKA TIDAK BERKUASA
Berpuasa selama 3 hari pada bulan haji & 7 hari apabila ia balik ke tempatnya
JIKA TIDAK BERKUASA
Tanggungan Sendiri
Dam terbahagi kepada empat yaitu:
1.      Dam tertib dan taqdir.
Maksud tertib iaitu melakukan satu dam yang ditetapkan jika tidak mampu, lakukan dam berikutnya yang ditetapkan. Manakala taqdir pula iaitu kadar dam yang telah ditetapkan oleh syarak. Contohnya, seseorang yang mengerjakan haji Tamatttu’ atau Qiran, hendaklah ia melaksanakan dam iaitu menyembelih seekor kambing. Jika tidak mampu hendaklah berpuasa 10 hari (iaitu 3 hari di masa haji dan 7 hari apabila ia pulang ke tempatnya), sekiranya tidak mampu juga disebabkan tua, hendaklah dikeluarkan satu cupak tiap-tiap satu hari (sebanyak 10 cupak).

2.      Dam tertib dan ta’dil.
Maksud ta’dil apabila seseorang tidak berkuasa mengeluarkan makanan, hendaklah ia ganti dengan berpuasa. Contohnya, seseorang yang melakukan persetubuhan, maka si suami dikenakan dam iaitu menyembelih seekor unta, jika tidak mampu hendaklah ia menyembelih seekor lembu, jika tidak mampu hendaklah digantikan dengan tujuh ekor kambing. Jika tidak mampu hendaklah membeli makanan dengan nilai seekor unta dan dibahagikan kepada fakir miskin di Tanah Haram. Jika tidak mampu, hendaklah ia berpuasa beberapa hari sebanyak bilangan cupak makanan yang dapat dibeli dengan nilai seekor unta.
3.      Dam takhyir dan Taqdir
Maksudnya ketetapan kepada barang yang boleh diganti. Contohnya seseorang yang memakai pakaian yang dilarang dalam ihram atau memotong kuku, maka dam yang dikenakan menyembelih seekor kibas (atau kambing atau 1/7 unta). Sekiranya tidak mampu, bersedekah kepada 6 orang fakir miskin sebanyak 2 cupak makanan tiap-tiap seorang. Sekiranya tidak mampu, berpuasa tiga hari.
4.      Dam dan Ta’dil.
Takhyir ertinya boleh memilih satu daripada perkara-perkara yang ditetapkan. Contohnya, memburu binatang yang halal dimakan atau mencabut pokok. Dam yang dikenakan iaitu menyembelih binatang mengikut binatang yang diburu. Jika rusa, bandingannya ialah lembu, jika kijang, bandingannya ialah kambing dan seumpamanya.
Jika tidak mampu, hendaklah membeli makanan dengan nilai harga binatang sebagai bandingan dan dibahagikan kepada fakir miskin di Makkah. Sekiranya tidak mampu hendaklah berpuasa beberapa hari sebanyak bilangan cupak makanan yang dapat dibeli dengan harga nilainya iaitu satu cupak satu hari. Wallahua’lam.










KESIMPULAN
A.    Pengertian Haji dan Umrah pada syarak
Haji pada syarak ialah mengunjungi Baitullah Al-Haram dalam bulan-bulan haji kerana mengerjakan tawaf, sai'e dan wukuf di Arafah dengan menurut syarat-syaratnya serta menunaikan segala wajib-wajibnya. Umrah pada syarak ialah menziarahi Baitullah Al-Haram kerana mengerjakan tawaf, sai'e dengan menurut syarat-syaratnya serta menunaikan segala wajib-wajibnya.
Mengerjakan haji (Arab: حج‎ ajj "ziarah") merupakan salah satu daripada Rukun Islam yang lima. Setiap orang Islam yang mempunyai kemampuan, diwajibkan mengerjakan haji ke Makkah sekali seumur hidup. Firman Allah Taala :
(ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا ومن كفر فإن الله غني عن العالمين)
Artinya: "Menjadi suatu kewajipan ke atas setiap manusia (orang-orang mukmin) pergi mengerjakan haji ke Baitullah, yaitu bagi mereka yang mempunyai kemampuan. Barangsiapa yang kufur (ingkar), maka ketahuilah bahawa sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) daripada pihak lain (alam)."
Syarat-syarat Haji menurut Mazhab Syafi’i :
1.            Islam: Orang kafir tidak wajib mengerjakan Haji malah tidak sah ibadat Haji yang mereka kerjakan.
2.            Merdeka: Hamba tidak wajib mengerjakan Haji.
3.            Mukallaf.( baliqh )
4.            Berkemampuan dengan syarat:
1.            Berkuasa membayar segala perbelanjaan bagi mengerjakan ibadat Haji sehingga selesai dan kembali ke tanah air.
2.            Ada kenderaan pergi dan balik.
3.            Disyaratkan mempunyai bekalan yang cukup untuk saraan nafkah orang yang di bawah tanggungannya.
4.            Tidak mengalami kesulitan teruk semasa berada di dalam kenderaan.
5.            Aman perjalanan.
5.            Berakal
Rukun Haji :
1.         Ihram, berniat bulat mengerjakan ibadah haji. Ibadah ini dimulai sesampai miqat (batas-batas yang telah ditetapkan).
2.         Wukuf di Arafah, ialah berhenti di padang Arafah sejak tergelincirnya matahari tanggal 9 Zulhijah sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijah.
3.         Tawaf Ifadhah, ialah mengelilingi ka'bah sebanyak 7 kali, syaratnya : Suci, menutup aurat, Ka'bah berada disebelah kiri orang yang mengelilingi, memulai tawaf dari arah Hajar Aswat.
4.         Sa'i, ialah lari-lari kecil atau jalan cepat antara bukit Shafa dan Marwah.
5.         Mencukur/menggunting rambut. Sedikitnya memotong tiga helai rambut.
6.         Tertib, ialah menjalankan rukun haji secara berurutan.
B.      DAM HAJI
Pengertian DAM dari segi bahasa ialah darah.
Ibadah gantian yang berbentuk binatang ternakan yang disembelih atau digantikan dengan makanan atau puasa.
Sebab-sebab diwajibkan dam:
·         Melanggar pantang larang dalam Ihram
·         Meninggalkan perkara-perkara yang wajib dalam ibadat haji atau umrah
·         Mengerjakan Haji Tamattu' atau Haji Qiran, menurut syarat-syaratnya
·         Berlaku Ihsar bagi orang yang berniat ihram
·         Melanggar Nazar semasa mengerjakan haji
·         Tidak Wuquf di Arafah
·         Meninggalkan Tawaf Wada'
Dam yang dikenakan ialah menyembelih binatang ternakan seperti seekor kibasy, kambing atau satu pertujuh daripada lembu, unta atau kerbau. Jika tidak berkuasa, dikehendaki berpuasa selama 3 hari pada bulan haji & 7 hari apabila ia balik ke tempatnya.
C. Wajib Haji           
            Wajib Haji adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai pelengkap Rukun Haji, jika salah satu dari wajib haji ini ditinggalkan, maka hajinya tetap sah, namun harus membayar dam (denda). Yang termasuk wajib haji adalah :
1.      Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah berpakaian ihram.
2.      Mabit (bermalam) di Muzdalifah, pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan dari Arafah ke Mina).           
3.      Melontar Jumrah Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah yaitu dengan cara melontarkan tujuh butir kerikil berturut-turut dengan mengangkat tangan pada setiap melempar kerikil sambil berucap, “Allahu Akbar, Allahummaj ‘alhu hajjan mabruran wa zanban magfura(n)”. Setiap kerikil harus mengenai ke dalam jumrah jurang besar tempat jumrah.
4.      Mabit di Mina, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
5.      Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
6.      Tawaf Wada', yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekah.
7.      Meninggalkan perbuatan yang dilarang saat ihram.